Senin, 16 Februari 2009

TUGAS KULIAH

 

PERANAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM DUNIA PENDIDIKAN

 

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Efendi, M.PdI

 

Disusun oleh :

Purwono

NIM : 0714028

Kelas / Semester : B / III Penjenjangan

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SYEKH ABDURRAKHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

TAHUN 2008

BAB I

PENDAHULUAN

Di dalam kehidupan, setiap manusia selalu berfikir baik itu tentang dirinya sendiri, orang lain maupun memikirkan keadaan disekelilingnya. Dari hasil pemikirannya kadang orang tidak sadar bahwa ia telah mendapatkan dan menemukan gagasan sekaligus ide-ide tentang segala sesuatu baik itu yang berkaitan dengan benda mati maupun benda hidup. Sehingga setiap orang akan memiliki filsafat sendiri-sendiri dalam hidupnya.

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian filsafat berarti cinta ilmu atau hikmah. Sementara itu, A. Hanafi M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama dalam pendidikan.[1]

Di bawah ini adalah beberapa konsep filsafat dari para tokoh filsafat yang terkemuka, diantaranya :

a. Konsep Plato

Plato memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni berdiskusi. Dikatakan demikian karena, filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku.

b. Konsep Cicero

Cicero menyebutkan sebagai “ibu dari semua seni” (the mather of all the arts). Juga sebagai arts vitae yaitu filsafat sebagai seni kehidupan.

c. Konsep al-Farabi

Menurut al-Farabi, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakekat sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu bil-mauju-dat bi ma hiya al-maujudat).[2]

Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis juga merupakan suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.

Istilah filsafat ilmu pendidikan (philosophy of Educational Science) ditemukan dalam karangan B. Othanel Smith, Philosophy of Conclusions and Issues yang terdapat dalam Encyclopedia of Educational Research (h: 962). Menurut Smith, dewasa ini study filosofis tentang Ilmu Pendidikan baru merupakan tingkat permulaan, yang diawali dengan analisis kritis terhadap konsep-konsep psikologi pendidikan, misalnya tentang teori belajar, pengukuran pendidikan, prosedur-prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum, dan sebagainya. Secara lebih konsepsional, Filsafat Ilmu Pendidikan dapat dibataskan sebagai analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melalui riset, baik kuantitatif maupun kualitatif.[3]

Pendidikan islam (sebagai objek yang dipikirkan dalam FPI) pada hakekatnya adalah pendidikan yang dibangun (konsep-konsep teoritik) dan dilaksanakan (praktek-implementasi) berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, serta bertujuan untuk menciptakan manusia yang senantiasa taat, tunduk, dan patuh kepada Tuhan (Allah swt.) sesuai syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.[4]

Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis saja, tentang objek-objek yang abstrak. Bisa saja objek penelitiannya konkret, tetapi yang ingin diketahuinya adalah bagian abstraknya. Suatu teori filsafat benar bila ia dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan untuk selama-lamanya tidak akan dapat dibuktikan secara empiris. Bila suatu waktu ia dapat dibuktika secara empiris, maka ia segera berubah menjadi ilmu. Berdasarkan itu maka filsafat pendidikan Islam adalah kumpulan teori pendidikan Islam yang hanya dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.[5]

Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Peranan Filsafat Pendidikan Islam di Dunia Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, baik dunia pendidikan Islam itu sendiri maupun pendidikan umum. Telah kita ketahui bahwa para filosof pendidikan Islam telah banyak sekali mencurahkan ide-ide atau hasil pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang tentunya sangat berguna sekali bagi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam.

Zuhairini dkk, dalam bukunya menuliskan bahwa : Secara praktis, (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak berperan dalam memberikan alternative-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh pendidikan Islam, dan memberikan pengarahan terhadap perkembangan pendidikan Islam.

1. Pertama-tama filsafat pendidikan Islam, menunjukan problema yang dihadapi oleh pendidikan Islam, sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam, dan berusaha untuk memahami duduk masalahnya. Dengan analisa filsafat, maka filsafat pendidikan Islam bisa menunjukan alternative-alternatif pemecahan masalah tersebut. Setelah melalui proses seleksi terhadap alternatif-alternatif tersebut, yang mana yang paling efektif, maka dilaksanakan alternative tersebut dalam praktek kependidikan.

2. Filsafat pendidikan Islam, memberikan pandangan tertentu tentang manusia (menurut Islam). Pandangan tentang hakekat manusia tersebut berkaitan dengan tujuan hidup manusia dan sekaligus juga merupakan tujuan pendidikan menurut Islam. Filsafat pendidikan berperan untuk menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam tersebut dalam bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional. Dan tujuan yang operasional ini berperan untuk mengarahkan secara nyata gerak dan aktivitas pelaksanaan pendidikan.

3. Filsafat pendidikan Islam dengan analisanya terhadap hakekat hidup dan kehidupan manusia, berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi pembawaan yang harus ditumbuhkan dan diperkembangkan. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan bahwa potensi pembawaan manusia tidak lain adalah sifat-sifat Tuhan, atau Al Asma’ al Husna, dan dalam mengembangkan sifat-sifat Tuhan tersebut dalam kehidupan konkret, tidak boleh mengarah kepada menodai dan merendahkan nama dan sifat Tuhan tersebut. Hal ini akan memberikan petunjuk pembinaann kurikulum yang sesuai dan pengaturan lingkungan yang diperlukan.

4. Filsafat pendidikan Islam, dalam analisanya terhadap masalah-masalah pendidikan Islam masa kini yang dihadapinya, akan dapat memberikan informasi apakah proses pendidikan Islam yang berjalan selama ini mampu mencapai tujuan pendidikan Islam yang ideal, atau tidak. Dapat merumuskan di mana letak kelemahannya, dan dengan demikian bisa memberikan alternatif-alternatif perbaikan dan pengembangannya.[6]

Dari pendapat tersebut tersirat bahwa filsafat pendidikan Islam selalu memberikan analisanya dan jalan keluarnya terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang ada dewasa ini. Sehingga setiap ada persoalan baru dalam dunia pendidikan maka filsafat sangatlah dibutuhkan. Karena dengan filsafatlah problema pendidikan yang telah atau akan muncul bisa segara diatasi.

Misalnya keberhasilan dalam proses pembelajaran selalu dipengaruhi metode mengajar yang relevan, efektif dan efisien. Maka pengembangan tentang metode ini pun terus diusahakan agar bisa semaksimal mungkin. Dalam hal ini para praktisi pendidikan Islam terus membuat ide-ide baru mengenai metode mengajar ini. Seperti sekarang ada metode demonstrasi yang sebenarnya pada zaman Rasulullah metode ini sudah ada, cuma namanya metode mengajar tauladan atau member contoh yang baik.

Sementara itu filsafat dengan fungsinya sebagai induk ilmu pengetahuan, berarti didalamnya mencakup semua aspek, baik itu ilmu pendidikan maupun disiplin ilmu yang lainnya. Sehinga dengan menguasai filsafat maka seorang ahli akan dapat menjawab segala permasalahan yang ada, baik masalah yang berhubungan dengan dirinya sendiri, sesamanya, alamnya, maupun Tuhannya.

Ini artinya, bahwa orang yang mau belajar filsafat atau bahkan mungkin telah menguasainya maka orang tersebut akan lebih mudah dan cepat dalam menyelesaikan suatu persoalan. Karena ia akan selalu berusaha untuk mencari gagasan-gagasan baru tentang bagaimana mengatasi suatu masalah yang sedang dihadapinya, sehingga dari sekian banyak ide yang ditemukannya mungkin salah satunya ada yang cocok sebagai jawaban dari suatu permasalahan.

Sedangkan Drs. Ismail Thoib, M.Pd dalam tulisannya yang berjudul Wacana Baru Pendidikan; Meretas Filsafat Pendidikan Islam, berpendapat bahwa hasil pemikiran para ahli di bidang pendidikan ini dapat dibagi kepada tiga bagian. Pertama, adalah hasil pemikiran yang merupakan hasil galian langsung para pemikir muslim terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkenaan dengan pendidikan. Kedua, hasil pemikiran para pemikir muslim yang merupakan konvergensi antara ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat qauniyyah. Ketiga, adalah hasil pemikiran para pemikir non-muslim tentang pendidikan. Hasil pemikiran para pemikir non-muslim tentang pendidikan, meskipun tidak didasarkan pada al-Qur'an dan al-Hadits secara langsung dan formal. Akan tetapi, tidak sedikit yang sesuai dengan visi-misi al-Qur'an dan al-Hadits.[7]

Sesuai dengan pendapat Drs. Ismail Thoib, M.Pd, bahwa para filosof Islam dalam mengemukakan hasil pemikirannya dalam hal pendidikan akan selalu berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits. Karena dari keduanya sesunggunya banyak sekali tersimpan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan di dunia lebih-lebih di akherat nanti. Cuma terkadang karena terbatasnya akal pikiran manusia maka para filosof muslim belum bisa menggali dengan sempurna isi terkandung dalam Al-Qur’an.

Berkaitan dengan peran filsafat dalam dunia pendidikan tentunya juga ada hubungannya dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini Ibn Taimiyah mengemukakan hasil pemikirannya tentang tujuan pendidikan yang dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut :

1. Tujuan Individual

Pada bagian ini tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu seseorang yang berpikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang diperintah Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Hal ini berarti bahwa tujuan individual pendidikan Islam itu untuk menciptakan pribadi-pribadi yang mempunyai akhlakul karimah. Karena dengan akhlak yang baik ini maka kita akan merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta. Dan apa pun yang kita lakukan dan dimanapun kita berada maka kita akan merasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Sehinnga segala tindakan kita akan menjadi lebih terkontrol di dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Sosial

Pada bagian ini Ibn Timiyah mengatakan bahwa pendidikan juga harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tujuan pendidikan tersebut sejalan dengan pendapatnya yang mengatakan bahwa setiap manusia memiliki dua sisi kehidupan, yaitu sisi kehidupan individual yang berhubungan dengan beriman kepada Allah; dan sisi kehidupan sosial yang berhubungan dengan masyarakat, tempat di mana manusia itu hidup.

Tujuan sosial dalam pendidikan Islam merupakan sesuatu hal sang sangat penting. Dengan menempuh pendidikan kita diharapkan dapat berinteraksi sosial dalam arti kita bisa hidup bermasyarakat, menjalin hubungan yang baik antar sesame. Sehingga diharapkan terciptanya kehidupan masyarakat yang kondusif, aman, tentram dan damai.

3. Tujuan Da’wah Islamiyah

Tujuan ketiga yang harus dicapai pendidikan menurut Ibn Taimiyah adalah mengarahkan umat agar siap dan mampu memikul tugas da’wah Islamiyah keseluruh dunia. Pandangannya itu didasarkan pada pendapatnya bahwa Allah SWT telah mengutus para rasul sebagai pemberi kabar gembira dan memberi peringatan, sehingga segenap manusia hanya mengikuti Allah dan Rasul-Nya saja.[8]

Kita sebagai umat Islam selalu dituntut untuk menyampaikan ajaran Islam ini sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Walaupun hanya satu ayat pun itu sudah merupakan suatu dakwah. Untuk tujuan pendidikan Islam ini selalu dianjurkan, agar para umat sesudah Nabi wafat selalu gemar melakukan dakwah Islamiyah. Sehingga pendidikan Islam akan terus meluas keseluruh penjuru dunia seiring dengan perkembangan zaman saat ini.

Dari ketiga tujuan pendidikan yang merupakan hasil pemikiran Ibn Taimiyah semakin memperjelas bahwa filsafat pendidikan Islam mempunyai peran yang dominan dalam dunia pendidikan.

Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :

1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.

3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.

4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.

5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.[9]

Ilmu pengetahuan tanpa didasari oleh agama yang kuat maka akan menjadi pincang. Manusia akan menjadi semena-mena dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan bisa menyebabkan kehancuran dunia dan umat manusia jika tidak berpegang pada ilmu agama. Karena itulah keduanya harus berjalan berdampingan dan beriringan demi untuk kebaikan seluruh umat.

Salah satu pemikiran Ikhwan al-Musimin dibidang pendidikan berkaitan dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui upaya ini Ikhwan al-Muslimin bermaksud memberi nilai agama pada pengetahuan umum, dan member makna progressif terhadap pengetahuan dan amaliah agama, sehingga sikap keagamaan tersebut tampil lebih aktual. Dalam hubungan ini Ikhwan al-Muslimin berusaha memperbaharui makna iman yang telah lapuk oleh peradaban modern, yaitu dengan cara kembali kepada sumber-sumber ajaran yang orisinal. Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dari bingkai pendidikan Ikhwan al-Muslimin yang berorientasi ketuhanan, universal, terpadu, seimbang dan bermuatan keterampilan yang positif dan konstruktif.[10]

Dengan demikian peran filsafat pendidikan Islam terhadap sistem pendidikan manapun, dimana pencipta -penciptanya menginginkan kemajuan dan keteguhan bangunan serta asasnya dianggap sangat penting bagi sistem itu dan merupakan langkah utama ke arah perbaikan

Sebagai seorang filosofis yang berkarakteristik Islami Ikhwan al-Muslimin juga perperan dalam hal pengembangan lembaga pendidikan, baik itu lembaga pendidikan formal maupun non formal atau luar sekolah. Dalam hal ini Abuddin Nata mengatakan bahwa : Salah satu upaya untuk menangani pendidikan sekolah, Ikhwan al-Muslimin membentuk komite khusus dibidang pendidikan di kantor pusat, dan panitia yang bertugas mendirikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan (SL), dan Sekolah Teknik untuk anak laki-laki dan perempuan yang keadannya berbeda dengan sekolah-sekolah sewasta lainnya. Ke dalam seluruh jenjang pendidikan formal tersebut Ikhwan al-Muslimin memberikan ciri Islam yang sangat kuat.[11]

B. Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam di Dunia Pendidikan

Bahwasannya Islam pada zaman Rosul dan Para Sahabat adalah merupakan Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rosulullah SAW. Nabi Muhammad saw dilahirkan ditengah-tengah masyarakat jahiliyyah dengan segala bentuk kebodohannya, lalu beliau mendapat amanat dari Allah untuk merubah keadaan tersebut kepada keadaan yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan dan tabi’at kejadian alam. Nabi Muhammad menyampaikan amanat itu dengan perjuangan dan menghadapi berbagai tantangan buat selama masa da’wah. Perjuangan beliau tidak sia-sia. Dalam masa lebih kurang 23 tahun seluruh semenanjung Arabia menerima hidayah Islam dan selama itu beliau telah berhasil dan mendidik sebuah generasi penerus yang bertanggung jawab untuk meneruskan tugas risalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berkat didikan beliau, generasi ini dapat tangguh dalam melayani segala cobaan dan tantangan yang dihadapkan kepada masyarakat dan negara Islam yang baru berdiri.[12]

Di antara ciri generasi pertama adalah keteguhan dengan prinsip Wahyu yang disertai oleh kejernihan pemi­kiran dan keterbukaan hati dalam memahami dan melaksanakan wahyu tersebut. Apapun persoalan hidup yang dihadapi selalu dilandaskan kepada pertimbangan wahyu dan Akal sehat. Hasilnya adalah sebuah masyarakat dan negara kuat yang menegakkan keadilan, memakmurkan rakyat, bersih dari korupsi dan penyimpangan, mengembangkan Ilmu dan peradaban, serta segala keberhasilan yang dicapainya bagi per­baikan individu dan masyarakat. Inilah prestasi terbesar yang diberikan Islam kepada dunia dan kemanusiaan.

Hasil pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah memang terus-menerus mengalami kemajuan yang pesat. Karena hasil pemikiran beliau selalu berdasarkan pada wahyu Illahi. Hal ini dibuktikan dengan diturunkannya wahyu kepada beliau oleh Allah SWT disetiap ada persoalan-persoalan yang dihadapi, baik oleh beliau sendiri maupun oleh umatnya. Sehingga dalam setiap pemecahan masalah tentunya tidak terlepas dari bimbingan Allah SWT.

Dalam bidang filsafat pendidikan Islam Rasulullah juga telah banyak memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan tentang bagaimana kita belajar, mengajar, baik untuk diri-sendiri, untuk lingkungan keluarga maupun masyarakat. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat tauladan-tauladan dari beliau. Misalnya, Rasul selalu menganjurkan kepada kita semua agar selalu melindungi diri-sendiri dan keluarga dari api neraka. Selain itu banyak sekali ajaran beliau tentang bagaimana mendidik anak yang baik, seperti apa metode-metode mengajar yang baik dan lain-lain.

Kalau kita kaitkan dengan metode mengajar pada saat ini tentunya tidak jauh berbeda dengan metode-metode mengajar yang dilakukan pada zaman Rasulullah. Sekarang ada metode ceramah, pada zaman Rasul pun metode ceramah sudah ada. Rasulullah dalam berdakwah menyebarkan agama Islam sering menggunakan metode ceramah. Selain itu Rasul juga sering mengajar para sahabatnya dengan memberikan tauladan-tauladan yang baik. Kalau sekarang dikembangkan oleh para praktisi pendidikan menjadi metode demonstrasi. Dari sisnilah kita dapat menerawang bahwa kemajuan pendidikan saat ini tidak terlepas dari jasa-jasa Rasulullah SAW.

Kemudian pada zaman para shahabat terkhusus pada zaman khalifah yang empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Khulafa Al-Rasyidin Islam berkembang dengan pesat dimana hamper 2/3 bumi ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai agama Tauhid yang diridlai. Perkembangan Islam pada zaman inilah mengalami perubahan kearah peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman awal ( sahabat ) merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya.

Sedangkan pada masa dinasti Abbasiyah yang berkedudukan di Baqhdad, para ulama menghendaki semua kebijaksanaan yang mereka jalankan mendapat cap Agama, serta mereka menggunakan gelar-gelar sepert Al-Hadi, Ar-Rasyid, Al-Mu’taslim dan sebagainya, ini menunjukkan bahwa mereka adalah pemimpin agama disamping menjabat jabatan kepala pemerintahan, tetapi tidak seperti kedudukan Paus dalam agama Katolik. Oleh sebab itu kebebasan Ulama menjadi terbatas misalnya Ahmad Ibnu Hambal (w.241/885) karena tidak mendukung mazhab negara (Mu’tazilah) dirantai oleh al-Ma’mun dan dipenjara oleh al-Mustaslim, dimana Ahmad ibnu Hambal yang berpendapat bahwa al-Quran itu adalah makhluk.

Sejak awal Dinasti Abbasiyah sampai dengan masa pemerintahan al-Mutawakkil (232/847-247/861) aliran Mu’tazilah sebagai mazhab negara, maka mendorong dan menggalakkan pengkajian ilmu pengetahuan dalam segala macam cabangnya.

Antara tahun 133/750-236/850 giat dilakukan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang tertulis dalam bahasa Yunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab, maka lahir lah tokoh-tokoh ilmu pengetahuan seperti antara lain:

1. Musa Al-Kharizni (W 238/850) ahli astronomi dan matematika

2. Al-Kindi (W.260/873) ahli bidang filsafat, ahli hukum, ahli astronomi, ahli kimia, ahli penyakit mata, dan ahli teori-teori musik.

3. Al-farobi (W 339/950) julukannya al Mu’alim Tsani (guru kedua) ahli bidang psikologi, ahli politik dan ahli meta fisik.

4. Ibnu Sina (W429/1037) ahli bidang kedokteran dan ahli teologi.

Dalam pengkajian ilmu pengetahuan dinasti Abbasiyah, di Cordova dikuti pula oleh dinasti Umaiyah barat( Spanyol), di Endova, dinasti Taslimiyah atau Bani Ahmar di Granada, dan dinasti Fatimiyah di Cairo. Pengkajian Ilmu pengetahuan keislaman tidak lagi hanya berfokus dalam bidang teologi saja, tetapi juga bidang hukum yang dikenal dengan sebutan fukoha (mufrad- faqih).

Disebabkan imam/fuqaha berpegang pada prinsip hukum, sistim hukum, metode pengkajian dan pendekatan yang berbe da-beda, maka lahirlah 13 aliran (mazhab) hukum dikalangan suni, antara lain: 4 mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, yang mendapat pengikut terbanyak yang kita kenal sampai sekarang.[13]

Dari tahun-ketahun filsafat mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang ditopang penuh oleh rasa positivisme, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai andalan utamanya. Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan.

Pada mulanya filsafat memang diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences). Mulanya fisafat harus mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam hal. Soal-soal yang berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematika dan kehidupannya, dibicarakan oleh filsafat. Kemudian karena perkembangan dan keadaan masyarakat, banyak problem yang tidak bisa dijawab lagi oleh filsafat. Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawaban terhadap problem-problem tersebut. Dengan perkembangan metodologi ilmiah yang semakin pesat, berkembang pula ilmu pengetahuan tersebut dalam bentuk disiplin-disiplin ilmu dengan kekhususannya masing-masing. Setiap disiplin ilmu memiliki obyek dan saran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan mengurus memperhatikan kaitan serta hubungannya dengan bidang-bidang lainnya. Akibatnya terjadi spesialisasi dan pemisahan antar berbagai macam disiplin ilmu tersebut, dan ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dengan dan dalam kehidupan masyarakat dan umat manusia dengan segala macam problematikanya.[14]

Dari beberapa disiplin ilmu itu diantaranya yaitu filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan Islam pun semakin tumbuh dan maju seiring dengan kemajuan zaman dan tuntutan pendidikan pada saat ini. Sehingga tidak heran kalau sekarang banyak bermunculan ide-ide maupun pendapat baru yang memberikan solusi masalah pendidikan. Namun demikian, hasil pemikiran tersebut masih berupa pengembangan dari pemikiran para tokoh filsafat pendahulunya.

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian-uraian di atas maka bisa diambil kesimpulan bahwa filsafat pendidikan menempati peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan, baik pendidikan Islam itu sendiri maupun pendidikan-pendidikan lainnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya filosof pendidikan Islam yang menghasilkan ide-ide dan pemikiran yang cemerlang dibidang pendidikan. Diantaranya pemikiran dari Ikhwan al-Muslimin yang berupaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Walaupun hasil pemikiran itu masih perlu penyempurnaan, karena memang perlu penyesuaian dengan keadaan dan kemajuan pendidikan dewasa ini.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa gagasan-gagasan baru yang modern pada masa sekarang masih tetap bertumpu pada filsafat-filsafat klasik. Rasulullah, sebagai seorang pemimpin dan juga tokoh yang agung, yang telah mengantarkan kita ke alam yang penuh dengan cahaya dan terang-benderang tentunya harus menjadi tauladan yang baik bagi kita semua. Dari hasil pemikiran beliulah lahir gagasan dan ide-ide, baik dalam hal pendidikan maupun perkara yang lainnya yang tentunya tidak terlepas dari sumbernya yaitu Al-Qur’an.

Perkembangan fisafat pendidikan Islam bertolak dari tidak mampunya filsafat dalam menjawab persoalan-persoalan yang berkembang dan bervariasi di masyarakat. Baik itu masalah yang berkaitan dengan sesama manusia maupun dengan alam semesta. Maka kemudian lahirlah ilmu pengetahuan yang akan menjawab segala problematika yang ada di dunia ini. Karena itulah filsafat dikatakan sebagai induk ilmu pengetahuan.

Sejalan dengan itu filsafat semakin berkembang sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, diantaranya yaitu filsafat pendidikan. Pemikiran-pemikiran dibidang pendidikan yang ada dewasa ini tentunya tidak bisa terlepas dari filosofis terdahulu, diantaranya pada zaman perkembangan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Besar Muhammad SAW. Berkat jasa beliaulah kita sekarang ini bisa mempelajari dan mengembangkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, khususnya pendidikan Islam yang tidak boleh menyimpang dari nas Al-Qur’an dan as-sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

http//udhiexz.wordpress.com/2007/12/30/10/

Achmadi Asmoro, Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Mudyahardjo Redja, Filsafat Ilmu Pendidikan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006.

http://mandikdasmen.aptisi3.org/

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2007.

Zuharini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1992.

Nata Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2003.

http://afififauziabbas.tanjabok.com/tulisan/filsafat-islam/


[1] http//udhiexz.wordpress.com/2007/12/30/10/

[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 2

[3] Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006, hal. 6

[4] http://mandikdasmen.aptisi3.org/

[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2007, hal. 15

[6] Zuharini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1992, hal. 135-136.

[7] http//mandikdasmen.Op.Cit

[8] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2003, hal. 142-144.

[9] http//udhiexz.Op.Cit

[10] Abuddin Nata, Op.Cit, hal. 186-187.

[11] Ibid, hal. 190-191.

[12] http://afififauziabbas.tanjabok.com/tulisan/filsafat-islam/

[13] Ibid

[14] Zuharini, dkk, Op. Cit, 1992, hal. 7-8

Tidak ada komentar: